Dalam perjalanan dari Jayapura menuju Jakarta, kami mendapat suguhan makan siang dari Garuda dengan menu utama Keladi atau Talas, Ikan Cakalang Woku, dan Sayur Kangkung Bunga Pepaya, sedangkan menu appetizer-nya Bubur Sumsum berbahan baku Singkong, untuk minuman saya hanya minta Orange Juice tanpa es.
Pertama, saya basahi kerongkongan dengan Orange Juice, aaahh…. segar…..
Kemudian, saya coba dulu hidangan pembukanya yaitu Bubur Sumsum alias Singkong rebus, mantapppp….
Lima belas menit kemudian baru saya buka main course-nya yaitu Keladi alias Talas rebus yang dibuat dan dicetak seperti nasi.
Jujur saja, keladi itu ennnnnaaaak sekali, mungkin keladi berkualitas tinggi dari Papua, ditambah dengan nuansa pedas Ikan Cakalang Woku, dan Sayur Kangkung Bunga Pepaya yang jadi menu favorit saya seminggu terakhir selama di Manokwari dan Jayapura, makan siang dan malam tidak bosan-bosannya. Bahkan sebelum terbang masih makan sayur Kangkung Bunga Pepaya lagi di Yougwa Restaurant di pinggir Danau Sentani, namun tetap masih mau ketika disuguhkan di pesawat.
Sehubungan dengan itu, dalam obrolan-obrolan ringan dengan teman-teman, apabila mendengar berita bahwa Negara kita masih kekurangan beras untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya, bahkan harus mengimportnya (tahun lalu) dari Negara lain seperti Vietname, Thailand, India, Pakistan bahkan Myanmar.
Saya selalu mengatakan bahwa orang Indonesia tidak harus makan beras, kalaupun makan beras tidak harus beras putih, masih ada beras merah yang jauh lebih baik untuk kesehatan.
Kita bisa makan singkong, jagung, ubi, sagu, kentang dll semuanya merupakan sumber karbohidrat yang sangat baik untuk kesahatan. Tidak seperti beras yang banyak mengandung glukosa pemicu diabetes.
Sebab itu, bagi saudara-saudara kita di Papua maupun Papua Barat marilah kita kembali makan umbi-umbian, aoakah itu namanya keladi, talas, ubi, singkong atau sagu.
Demikian juga saudara-saudara kita yang di Maluku atau Maluku Utara marilah kita kembali kemakanan nenek moyang kita sagu.
Dulu ketika masih Sekolah Dasar, guru saya pernah mengatakan bahwa orang Madura makanan pokoknya adalah Jagung. Apakah sekarang juga masih makan jagung ?
Ayo…, mari kita kembali ke jagung…
Kemungkinan lain adalah Gorontalo atau Sulwesi Utara, Pemeritah Daerah propiinsi tsb sedang giat-giatnya mengembangkan Jagung, terutama Jagung Pulut. Pengalaman saya di Gorontalo, Jagung Pulut rebus, nikmat sekali dimakan dengan sayur irisan daun papaya, irisan jantung pisang, tamburan kelapa parut dan sambal.
Saya juga punya pengalaman makan Papeda dengan Ikan Kuah Kuning di Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Utara dan Gorontalo.
Lanjutkan apa yang sudah baik, seperti Bubur Manado, Tinutuan atau Milu Siram di Sulawesi Utara dan Gorontalo, meskipun masih berbahan baku beras tapi hanya sebagaian kecil, karena dicampur jagung, keladi/talas, ubi dan sayur-sayuran, apalagi Tinutuan dan Milu Siram, sama sekali tidak dicampuran beras.
Itupun sudah cukup memenuhi kebutuhan kita.
Sungguh kita harus bersyukur, betapa kayanya Indonesia dengan berbagai jenis makanan pokok yang tersedia.
Tidak usah malu, tidak usah berkecil hati, menjadikan jagung, singkong, ubi, kentang, keladi atau talas sebagai makanan pokok.
Apakah dengan makanan tsb akan menurunkan harkat dan martabat kita sebagai manusa?
Sudah pasti tidak…. !!!
Apakah dengan makan beras kita merasa menjadi orang yang terhormat atau menjadi warga kelas satu ?
Jawabannya juga pasti ….. tidak…!!!
Karena itu marilah kita kembali ke makanan yang lebih baik, paling tidak mengurangi makan beras, karena beras saat ini lebih banyak tumbuh dengan bantuan zat-zat kimia yang digunakan sebagai pupuk dan pestisida untuk melawan hama yang banyak menyerang.
Berbeda dengan Pohon Rumbia atau Sagu yang banyak tumbuh dipinggiran Danau Sentani maupun pulau-pulau kecil di danau tsb, apalagi di hutan-hutan pedalaman Papua, Papua Barat, Maluku maupun Maluku Utara.
Mungkin sebagian besar pohon tsb bahkan tidak pernah ditanam alias tubuh sendiri, tidak perlu dipupuk dan tidak perlu disemprot pestisida karena tidak ada hama yang suka dengan pohon-pohon sagu kecuali ulat sagu (ulat sagupun enak dimakan), yang pasti pohon sagu lebih tahan dibandingkn dengan padi.
Dengan demikian saya yakin, Negara ini tidak akan pontang-panting mencari sumber beras untuk memenuhi kebutuhan kita, karena kita sendiri sudah mampu memiliki kemandirian pangan.
#Postingan ini ditulis pada hari Jumat, tanggal 4, bulan April, tahun 2014, dalam perjalan dari Bandara Sentani, Papua menuju Bandara Sultan Hasanuddin Makassar, dari ketinggian 34.000 kaki dari permukaan laut (dpl)#